Kamis, 12 Mei 2011

SAVE OUR WORLD



Deterjen adalah bahan untuk mencuci. Namun, dalam perkembangannya, istilah deterjen digunakan untuk membedakan antara sabun cuci, sabun mandi, dengan bahan pembersih lainnya. Awalnya, bahan pembersih terbuat dari air, minyak, dan bahan kasar seperti pasir basah atau clay basah. Baru mulai tahun 1913, deterjen menggunakan bahan sintetis oleh seorang ahli kimia Belgia, A. Reychler. Hingga kini, deterjen mengalami banyak perubahan dan kemajuan dalam hal bahan pembuatnya.

Sayangnya, bahan-bahan kimia sintetis tersebut tidak pernah diwajibkan oleh pemerintah, karena tidak ada undang-undangnya, untuk dicantumkan atau didemonstrasikan keamanannya kepada konsumen. Padahal, bahan-bahan tersebut bisa mempengaruhi hormon tubuh kita, yang mengakibatkan timbulnya masalah reproduksi, asma, penyakit kulit, bahkan kanker. Selain itu, deterjen juga menyebabkan polusi terhadap lingkungan terutama air dan tanah. Manfaat yang ingin kita dapatkan dari deterjen cucian seperti warna cereah, bersih, dan harum, pada kenyataannya malah membahayakan kesehatan kita dan lingkungan. Sementara kita bergantung pada pemerintah untuk memonitor dan mengendalikan bahan kimia beracun, banyak produk yang dijual dan menjanjikan hasil optimal, ternyata menggunakan bahan sintetis yang sama dan sudah dikategorikan sebagai ‘bahan beracun’ oleh Environmental Protection Agency (EPA).

Banyak bahan berbahaya yang terkandung di dalam deterjen termasuk dalam kategori petrokimia, yaitu bahan kimia sintetis yang terbuat dari minyak bumi. Jika diteliti lebih dalam, bahan-bahan petrokimia tersebut, seperti pewangi sintetis, phthalates, pewarna buatan, dan lainnya, sebenarnya mengandung bahaya bagi kesehatan penggunanya serta lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar